Mengapa nabi Musa dipertemukan dengan nabi Khidir?…
Tiada lain adalah sebuah teguran atas klaim ke-Akuan sekaligus merekonstruksi mindset nabi Musa agar cara berfikirnya serta pemahamannya terhadap agama itu tidak pragmatis, normatif ‘hitam – putih’, dimana agama hanya dimaknai rangkaian konstruksi doktrin, dogma dalam ritual dan ceremonial, yang nantinya bermuara pada dualitas terma yang terdiri dari hal yang bisa diraba dan dicerna oleh akal budi semata (syar’i-tidak syar’i, benar-salah, baik-buruk, larangan-suruhan, surga-neraka dsb), karena hal ini tak ubahnya seperti konstruksi disiplin ilmu fiqih yang seperti mudah dibaca dan diraba oleh logika manusia, juga secara tidak langsung memagzulkan unsur misteri atau teka teki senyawa cinta sang pencipta.
Faktor inilah yang melatar belakangi dihadirankannya sosok nabi Khidir dengan misi mendestruksi ke-akuan sekaligus merekonstruksi kepincangan paradigma yang ada pada diri nabi Musa pada saat itu, Jika boleh berpendapat maka paradigma tersebut bisa dianalogikan seperti “agama robot” dengan sifat kekakuannya tanpa rasa, yang justru berpotensi besar melemahkan diri dan agama. Oleh karenanya beliau (nabi Musa) hendak didesign dengan dunia ilmu yang tak pasti metodologinya, penuh dengan rahasia teka teki dan misteri, bukan sekedar ilmu yang bersifat hitam putih yang mudah dibaca dan dicerna oleh logika akal manusia, pada akhir jawabannya nanti bermuara pada pada pemahaman Ilahiah (ilmu hakikat).
Inilah spiritual power nabi Khidir yang hendak ditransfer kedalam dimensi eksoterik pada diri nabi Musa sebagai penyempurna, sehingga dengan softpower tersebut ia mampu mengkonsentrasikan diri pada aspek nadi cinta dan kasih sayang terhadap seluruh mahluk dan alam raya, dikarenakan hal demikian adalah akumulasi lipatan cinta akan kesan-kesan Pencipta.
Lapisan batin realitas yang nabi khidir ajarkan tak ubahnya air laut yang akan mengambil bentuk lahiriah berupa gelombang-gelombang ombak yang tidak berpotensi merusak hakikat mereka sebagai air laut, dalam artian mengsiergikan sub Iman, Islam & Ihsan dalam satu kesatuan yang mempersatukan keragaman pada titik nadi bhineka tunggal Ika, berkesanggupan menjadi elemen perekat ketunggalan dalam jejaring kebhinekaan.
Senyawa dengan metafora air laut, sebagai visualisasi agama islam yang cinta damai. Maka sepatutnyalah dimensi hakikat esoterik ini dapat diakses dan dialami oleh kebanyakan dari kita. maka selayaknya setiap kita bukan hanya memahami dan memiliki cinta, tetapi juga harus menikmati/merasakan kesan cinta pencipta dalam kesadaran personal dan sosial (shaleh individual & sosial).
Tajuk persatuan nabi Musa As & nabi Khidir As memberikan makna Kesatuan Daratan sebagai syari’at & lautan sebagai hakikat.
Allah itu tak terbatas, tanpa ruang, dan tanpa waktu
Namun Dia menjadi kecil sesuai dengan pemahamanmu
Namun Dia akan datang sebatas kebutuhanmu
Namun Keluasan-Nya sebatas harapanmu
Namun pembicaraannya sebatas dan keimanan dan pengetahuanmu
Cucilah hatimu dari segala debu
Cucilah pikiranmu dari segala pikiran yang keliru
Cucilah mulutmu dari segala kata yang tak perlu
Karena Dia senantiasa menantimu & memanggilmu disetiap lorong hening malammu
إِن هذا الْعلم حار، والْفقه جافّ، فلَازم أَن ترققوْا قلوبكم بالتصوف
“Sesungguhnya Ilmu ini bersifat panas, dan Fiqih itu kering, Maka harus kalian lembutkan hati kalian dengan Tashawwuf.” (As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki).
Wallahu a’lam.
By: Ahmad Idhofi
Komentar Terbaru